Saturday 2 February 2008

Berkenalan dengan Katalis Pemakan Limbah

by Hosea Handoyo

Para pakar kimia ternyata juga memikirkan masalah lingkungan. Ada yang namanya green chemistry alias kimia hijau, yakni pengembangan ilmu kimia yang ramah lingkungan.

Pencemaran limbah industri di sungai-sungai di Indonesia yang sudah lumayan memprihatinkan. Di Jawa Barat saja, hampir semua sungai yang mengalir sudah tidak jernih lagi airnya alias tercemar. Biodegradable detergents pun bila digunakan secara berlebihan akan tetap merusak lingkungan karena ekosistem yang ada lepas tangan. Para pakar kesehatan meyakini bahwa air yang sudah melalui proses penjernihan pun tetap memiliki kandungan polutan yang infinitesimal dalam part per millionpart per trillon (ppt). Walaupun sangat sedikit, kandungan polutan yang ada tetap dapat merusak proses metabolisme tubuh yang berujung pada tingkat intelektual, imunitas, reproduksi, hingga tingkat molekular genetika. (ppm) hingga

Kimia Hijau?

Kita boleh sedikit bersyukur bahwa perkembangan dunia kimia lingkungan yang disebut ‘green chemistry’ sudah berkembang cukup pesat. Dalam beberapa dekade terakhir misalny, Green Chemistry Institute of the American Chemical Society terus mendukung proyek-proyek yang peduli lingkungan. Salah satu proyek yang cukup berhasil adalah Carnegie Mellon University’s for Green Oxidation Chemistry. Mereka berhasil mengembangkan katalis yang bekerja seperti enzim, katalis tersebut dinamakan tetra-amido-macrocyclic ligand activators (TAML).

TAML yang bekerja bersama hidrogen peroksida (H2O2) mampu meniru kerja enzim tubuh manusia untuk mengurai toksin yang berbahaya seperti pestisida, pewarna tekstil, dan detergen. TAML juga mampu menurunkan tingkat polusi bau, menjernihkan air, hingga bersifat disinfektan dengan membunuh bakteri setingkat anthrax.

Saat TAML larut dalam air, hydrogen peroksida mengaktifkan TAML dengan menggantikan ligan H2O dengan H2O2 pada gugus TAML. Kemudian, H2O2 yang tidak stabil terurai kembali menjadi H2O menyisakan atom oksigen. Oksigen ini saling tolak menolak dengan atom besi (Fe) yang terdapat pada pusat gugus TAML. Interaksi inilah yang membuat TAML aktif dan mampu bekerja sebagaimana enzim ataupun scavenger radikal bebas yang dalam hal ini polutan. (Untuk detailnya dapat dilihat pada www.cmu.edu/greenchemistry)

TAML diyakini dapat merevolusi penggunaan klorin sebagai anti-polutan yang sudah banyak digunakan masyarakat dan dunia industri. Pada tingkat laboratorium, TAML dianggap cukup menjanjikan, tetapi pada tingkat industri lain lagi permasalahannya. TAML masih harus diuji coba kembali untuk mengobservasi efeknya pada lingkungan bila digunakan dalam jumlah yang tidak sedikit. Jangan sampai TAML justru menjadi polutan baru yang tidak teratasi lagi. Tingkat aktivasi TAML yang cukup tinggi juga ditakuti dapat merusak ekosistem yang ada sebab bakteri setingkat anthrax (Bacillus atropheus) mampu dibunuh TAML dalam 15 menit. Selain itu, biaya adalah salah satu hal yang perlu dipertimbangkan, baik biaya sintesis TAML hingga proses revolusi industri pun dapat menarik reaksi keras dari kalangan industri. Mengganti suatu aplikasi kimia pada industri tidak mudah dan murah.

Aplikasi Green Chemistry ini pun masih menyisakan suatu permasalahan tersendiri. Masyarakat yang tidak pikir panjang dengan mudah asal buang limbah dengan angan bahwa TAML dapat mengatasinya. Beberapa kalangan berikhtiar bahwa TAML dapat menjernihkan air yang tercemar dan setelah itu masyarakat dunia harus dapat berkomitmen untuk lebih cinta lingkungan. Namun, dapatkah itu terjadi?

Diambil dari:

J. Collins, Terrence and Chip Walter. "Little Green Molecules". Scientific American Maret 2006: 62-69


Dan tidak bosan-bosan untuk mengingatkan "KEEP OUR EARTH"

No comments: